![]() |
Sidang Pembacaan Nota Keberatan Dua Terdakwa Dirut PT Ella Pratama Sukron Yuliadi Mufti Dan Mantan Staf DLH Tangsel Zaki Yamani, Di Pengadilan Negeri Serang, Rabu (08/10/2025). |
SERANG – Tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengelolaan sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangserang Selatan cacat hukum dan harus dinyatakan batal demi hukum.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi dua terdakwa Sukron Yuliadi Mufti selaku Dirut PT Ella Pratama Perkasa dan Zeki Yamani mantan Sftaf DLH Tangsel yang dipimpin majelis hakim Mochamad Ichwanudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Serang, Rabu (8/10/2025).
Keduanya didakwa bersama Kadis DLH Tangsel Wahyunoto Lukman dan Kabid Sampah TB Apriliadhi Kusumah. Mereka didakwa terlibat dalam penyimpangan pengelolaan sampah yang menggunakan anggaran Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel tahun 2023.
Penasihat hukum Syukron dan Zeki, Adnan Shoheh Soebahagia, dalam pembacaan eksepsi mengatakan surat dakwaan yang disusun JPU dari Kejaksaan Negeri Tangsel tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
Menurutnya, dakwaan disusun secara tidak cermat, kabur, dan tidak lengkap karena mencantumkan rumusan alternatif telah melakukan atau turut serta melakukan tanpa kejelasan posisi hukum masing-masing terdakwa.
“Dakwaan ini bersifat obscuur libel karena tidak menjelaskan apakah klien kami pelaku utama, turut serta, atau hanya membantu. Rumusan seperti itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan asas kejelasan dakwaan,” ujar Adnan di hadapan majelis hakim.
Adnan juga menilai jaksa tidak mampu menjelaskan unsur perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri sebagaimana disyaratkan dalam pasal yang didakwakan.
Ia menyoroti dasar pembuktian yang hanya bersandar pada hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) AF. Rachman & Soetjipto WS, tanpa adanya penetapan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Audit dari akuntan publik tidak dapat menggantikan kewenangan BPK. Hanya BPK yang secara konstitusional berhak menetapkan ada atau tidaknya kerugian negara,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, lembaga tersebut merupakan satu-satunya institusi negara yang memiliki wewenang menghitung dan menetapkan kerugian negara.
“Tanpa hasil audit dari BPK, maka dakwaan ini menjadi prematur dan kehilangan dasar hukum yang sah,” tegasnya.
Selain itu, Adnan mengungkapkan proyek pengelolaan sampah oleh PT Ella Pratama Perkasa justru mendapat pendampingan hukum resmi dari Kejaksaan Negeri Tangsel melalui surat perintah bantuan hukum atau Legal Assistance Nomor Print: 857/M.6.16/Gph.2/05/2024 tertanggal 22 Mei 2024.
Ia menilai hal ini menjadi bukti bahwa pihak kejaksaan sebenarnya mengetahui dan mengawasi langsung pelaksanaan proyek tersebut.
“Kalau kejaksaan sudah memberikan pendampingan hukum, berarti mereka juga memantau jalannya proyek. Jadi aneh kalau sekarang justru jaksa menyebut ada perbuatan melawan hukum dalam kegiatan yang mereka sendiri dampingi,” ujar Adnan.
Ia juga menegaskan, hubungan antara PT Ella Pratama Perkasa dengan Pemkot Tangsel bersifat kontraktual atau keperdataan. Menurutnya, persoalan yang mungkin muncul seperti keterlambatan pekerjaan, kekurangan volume, atau selisih realisasi adalah ranah wanprestasi, bukan tindak pidana korupsi.
“Kalau memang ada perbedaan data administrasi, itu urusannya kontrak. Bukan urusan pidana,” katanya.
Dalam persidangan itu, penasihat hukum juga menyerahkan hasil audit pembanding dari KAP Jojo Sunarjo & Rekan tertanggal 3 Oktober 2025. Hasil audit tersebut menyatakan tidak ditemukan adanya penyimpangan ataupun kerugian negara dalam proyek pengelolaan sampah DLH Tangsel.
“Audit independen ini memperkuat bahwa tuduhan jaksa tidak memiliki dasar kuat. Tidak ada uang negara yang hilang,” ucap Adnan.
Ia menambahkan, sejak awal penyusunan dakwaan terkesan terburu-buru dan tidak berdasarkan pemeriksaan yang menyeluruh. Menurutnya, jaksa tidak menjelaskan secara rinci siapa pihak yang memperkaya diri atau bagaimana kerugian negara terjadi.
“Konstruksi dakwaan sangat lemah. Tidak ada fakta yang menunjukkan adanya niat jahat atau keuntungan pribadi dari klien kami,” ujarnya.
Adnan juga menilai penetapan tersangka terhadap Syukron dan Zeki tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Ia meminta majelis hakim mempertimbangkan seluruh aspek hukum yang disampaikan dalam nota keberatan dan memutuskan bahwa dakwaan jaksa tidak dapat diterima.
“Kami mohon majelis hakim menerima eksepsi kami dan menyatakan surat dakwaan jaksa batal demi hukum,” katanya.
Kasus dugaan korupsi pengelolaan sampah di DLH Tangsel ini sebelumnya menyeret empat orang, yakni Wahyunoto Lukman, TB Apriliadhi Kusumah, Syukron Yuliadi Mufti, dan Zeki Yamani.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Para terdakwa kini berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh keberatan yang diajukan. Sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda putusan sela. (Red)